SIKAP DAN PERILAKU KONSUMEN
Strategi pemasaran harus berlandaskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku konsumen. Komponen sentral dari model adalah pengambilan keputusan konsumen, yaitu pemahaman dan evaluasi informasi merek, bagaimana pertimbangan alternatif merek disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, dan keputusan untuk merek.
TIGA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN KONSUMEN
(1). Konsumen Individu
Pilihan merek dipengaruhi oleh ;
(1). Kebutuhan konsumen,
(2). Persepsi atas karakteristik merek, dan
(3). Sikap kearah pilihan. Sebagai tambahan, pilihan merek dipengaruhi oleh demografi konsumen, gaya hidup, dan karakteristik personalia.
(2). Pengaruh Lingkungan
Lingkungan pembelian konsumen ditunjukkan oleh
(1). Budaya (Norma kemasyarakatan, pengaruh kedaerahan atau kesukuan),
(2). Kelas sosial (keluasan grup sosial ekonomi atas harta milik konsumen),
(3). Grup tata muka (teman, anggota keluarga, dan grup referensi) dan
(4). Faktor menentukan yang situasional ( situasi dimana produk dibeli seperti keluarga yang menggunakan mobil dan kalangan usaha).
(3). Marketing strategy
Merupakan variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi konsumen. Variabel-variabelnya adalah
(1). Barang,
(2). Harga,
(3). Periklanan dan
(4). Distribusi yang mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan. Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk evaluasi kesempatan utama pemasaran dalam pengembangan pemasaran. Kebutuhan ini digambarkan dengan garis panah dua arah antara strategi pemasaran dan keputusan konsumen dalam gambar 1.1 penelitian pemasaran memberikan informasi kepada organisasi pemasaran mengenai kebutuhan konsumen, persepsi tentang karakteristik merek, dan sikap terhadap pilihan merek. Strategi pemasaran kemudian dikembangkan dan diarahkan kepada konsumen.
Ketika konsumen telah mengambil keputusan kemudian evaluasi pembelian masa lalu, digambarkan sebagai umpan balik kepada konsumen individu. Selama evaluasi, konsumen akan belajar dari pengalaman dan pola pengumpulan informasi mungkin berubah, evaluasi merek, dan pemilihan merek. Pengalamn konsumsi secara langsung akan berpengaruh apakah konsumen akan membeli merek yang sama lagi.
Panah umpan balik mengarah kembali kepada organisasi pemasaran. Pemasar akan mengiikuti rensponsi konsumen dalam bentuk saham pasar dan data penjualan. Tetapi informasi ini tidak menceritakan kepada pemasar tentang mengapa konsumen membeli atau informasi tentang kekuatan dan kelemahan dari merek pemasar secara relatif terhadap saingan. Karena itu penelitian pemasaran diperlukan pada tahap ini untuk menentukan reaksi konsumen terhadap merek dan kecenderungan pembelian dimasa yang akan datang. Informasi ini mengarahkan
pada manajemen untuk merumuskan kembali strategi pemasaran kearah pemenuhan kebutuhan konsumen yang lebih baik.
A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Tipologi pengambilan keputusan konsumen :
1. Keluasan pengambilan keputusan ( the extent of decision making)
Menggambarkan proses yang berkesinambungan dari pengambilan keputusan menuju kebiasan. Keputusan dibuat berdasrkan proses kognitip dari penyelidikan informasi dan evaluasi pilihan merek. Disisi lain, sangat sedikit atau tidak ada keputusan yang mungkin terjadi bila konsumen dipuaskan dengan merek khusus dan pembelian secara menetap.
2. Dimensi atau proses yang tidak terputus dari keterlibatan kepentingan pembelian yang tinggi ke yang rendah.
Keterlibatan kepentingan pembelian yang tinggi adalah penting bagi konsumen. Pembelian berhubungan secara erat dengan kepentingan dan image konsumen itu sendiri. Beberapa resiko yang dihadapi konsumen adalah resiko keuangan , sosial, psikologi. Dalam beberapa kasus, untuk mempertimbangkan pilihan produk secara hati-hati diperlukan waktu dan energi khusus dari konsumen.
Keterlibatan kepentingan pembelian yang rendah dimana tidak begitu penting bagi konsumen, resiko finansial, sosial, dan psikologi tidak begitu besar. Dalam hal ini mungkin tidak bernilai waktu bagi konsumen, usaha untuk pencarian informasi tentang merek dan untuk mempertimbangkan pilihan yang luas. Dengan demikian, keterlibatan kepentingan pembelian yang rendah umumnya memerlukan proses keputusan yang terbatas “ a limited process of decision making”.
Pengambilan keputusan vs kebiasaan dan keterlibatan kepentingan yang rendah vs keterlibatan kepentingan yang tinggi menghasilkan empat tipe proses pembelian konsumen.
EMPAT TIPE PROSES PEMBELIAN KONSUMEN :
1. Proses “ Complex Decision Making “, terjadi bila keterlibatan kepentingan tinggi pada pengambilan keputusan yang terjadi. Contoh pengambilan untuk membeli sistem fotografi elektronik seperti Mavica atau keputusan untuk membeli mobil. Dalam
kasus seperti ini, konsumen secara aktif mencari informasi untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan pilihan beberapa merek dengan menetapkan kriteria tertentu seperti kemudahan dibawa dan resolusi untuk sistem kamera elektronik, dan untuk mobil adalah hemat, daya tahan tinggi, dan peralatan. Subjek pengambilan keputusan yang komplek adalah sangat penting. Konsep perilaku kunci seperti persepsi, sikap, dan pencarian informasi yang relevan untuk pengembangan stratergi pemasaran.
2. Proses “ Brand Loyalty “. Ketika pilihan berulang, konsumen belajar dari pengalaman masa lalu dan membeli merek yang memberikan kepuasan dengan sedikit atau tidak ada proses pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Contoh pembelian sepatu karet basket merek Nike atau sereal Kellogg,s Nutrific. Dalam setiap kasus disini pembelian adalah penting untuk konsumen, sepatu basket karena keterlibatan kepentingan dalam olah raga, makanan sereal untuk orang dewasa karena kebutuhan nutrisi. Loyalitas merek muncul dari kepuasan pembelian yang lalu. Sehingga, pencarian informasi dan evaluasi merek terbatas atau tidak penting keberadaannya dalam konsumen memutuskan membeli merek yang sama.
Dua tipe yang lain dari proses pembelian konsumen dimana konsumen tidak terlibat atau keterlibatan kepentingan yang rendah dengan barangnya adalah tipe pengambilan keputusan terbatas dan proses inertia.
2. Proses “ Limited Decision Making “. Konsumen kadang-kadang mengambil keputusan walaupun mereka tidak memiliki keterlibatan kepentingan yang tinggi, mereka hanya memiliki sedikit pengalaman masa lalu dari produk tersebut. Konsumen membeli barang mencoba-coba untuk membandingkan terhadap makanan snack yang biasanya dikonsumsi. Pencarian informasi dan evaluasi terhadap pilihan merek lebih terbatas dibanding pada proses pengambilan keputusan yang komplek. Pengambilan keputusan terbatas juga terjadi ketika konsumen mencari variasi. Kepitusan itu tidak direncanakan, biasanya dilakukan seketika berada dalam toko. Keterlibatan kepentingan yang rendah, konsumen cenderung akan berganti merek apabila sudah bosan mencari variasi lain sebagai perilaku pencari variasi akan melakukan apabila resikonya minimal.
Catatan proses pengambilan keputusan adalah lebih kepada kekhasan konsumen daripada kekhasan barang. Karena itu tingkat keterlibatan kepentingan dan pengambilan keputusan tergantung lebih kepada sikap konsumen terhadap produk daripada karakteristik produk itu sendiri. Seorang konsumen mungkin terlibat kepentingan memilih produk makanan sereal dewasa karena nilai nutrisinya, konsumen lain mungkin lebih menekankan kepada kecantikan dan menggeser merek dalam mencari variasi.
3. Proses “ Inertia “. Tingkat kepentingan dengan barang adalah rendah dan tidak ada pengambilan keputusan. Inertia berarti konsumen membeli merek yang sama bukan karena loyal kepada merek tersebut, tetapi karena tidak ada waktu yang cukup dan ada hambatan untuk mencari alternatif, proses pencarian informasi pasif terhadap evaluasi dan pemilihan merek. Robertson berpendapat bahwa dibawah kondisi keterlibatan kepentingan yang rendah “ kesetiaan merek hanya menggambarkan convenience yang melekat dalam perilaku yang berulang daripada perjanjian untuk membeli merek tersebut” contoh pembelian sayur dan kertas tisu.
Pengambilan keputusan konsumen menghubungkan konsep perilaku dan strategi pemasaran
melalui penjabaran hakekat pengambilan keputusan konsumen. Kriteria apa yang digunakan oleh konsumen dalam memilih merek akan memberikan petunjuk dalam manajemen pengembangan strategi.
Pengambilan keputusan konsumen adalah bukan proses yang seragam. Ada perbedaan antara (1) pengambilan keputusan dan (2) keputusan dengan keterlibatan kepentingan yang tinggi dan keputusan dengan keterlibatan kepentingan yang rendah.
I. PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG KOMPLEK ( COMPLEKS DECISION MAKING)
Untuk memahami keputusan yang komplek maka perlu dipahami hakekat keterlibatan konsumen dengan suatu produk.
Kondisi keterlibatan konsumen akan suatu produk, apabila produk tersebut adalah:
1. Penting bagi konsumen karena image konsumen sendiri, misalnya pembelian mobil sebagai simbol status.
2. Memberikan daya tarik yang terus menerus kepada konsumen, misal dalam dunia mode ketertarikan konsumen model pakaian.
3. Mengandung resiko tertentu, misal resiko keuangan untuk membeli rumah, resiko teknologi untuk pembelian komputer.
4. Mempunyai ketertarikan emosional, misal pencinta musik membeli Sistem stereo yang baru.
5. Dikenal dalam kelompok grupnya atau “ badge “ value dari barang yang bersangkutan, seperti jaket kulit, mobil marsedes atau scarf dari Gucci.
Tipe Keterlibatan :
1. Situational involvement. Terjadi hanya dalam situasi khusus dan sementara dan umumnya bila pembelian itu dibutuhkan. Misalnya keputusan mengambil pendidikan MBA adalah karena kabutuhan untuk pekerjaan.
2. Enduring involvement, terus menerus dan lebih permanen umumnya terjadi karena ketertarikan yang berlangsung terus dalam kategori produk, walaupun pembelian itu dibutuhkan atau tidak, misalnya ketertarikan pada baju.
Baik enduring maupun situational involvement merupakan hasil proses pengambilan keputusan yang kompleks. “Badge” value adalah suatu kondisi dimana mencakup keterlibatan situasional dan keterlibatan yang menetap.
Penelitian dalam penagambilan keputusan meliputi lima tahap :
1) Penetapan masalah
2) Pencarian informasi
3) Evaluasi terhadap pilihan
4) Pemilihan
5) Hasil dari pilihan
Langkah-langkah ini dapat ditransformasikan ke dalam tahap-tahap keterlibatan konsumen dalam pengambilan keputusan yang komplek :
1) Need Aurosal
2) Proses informasi konsumen
3) Evaluasi Merek
4) Pembelian
5) Evaluasi sesudah pembelian
Pengambilan keputusan yang komplek seringnya untuk produk berkategori
• - Barang dengan harga tinggi
• - Barang yang mempunyai resiko penampilan seperti mobil dan produk medis
• - Barang yang kompleks seperti komputer
• - Barang special seperti peralatan olah raga, perabot
• - Barang yang berhubungan dengan ego seseorang seperti pakaian, kosmetik.
PEMBELAJARAN KONSUMEN, KEBIASAAN DAN KESETIAAN
( CONSUMER LEARNING, HABIT AND LOYALTY )
Chapter ini membahas kebalikan kebiasaan pengambilan keputusan yang kompleks,. Kepuasan terhadap suatu merek cenderung mengarahkan konsumen mengulang keputusannya untuk membeli merek yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan menjamin kepuasan berdasarkan pengalaman masa lalu dan menyerderhanakan proses pencarian informasi dan evaluasi terhadap suatu merek. Pelajaran konsumen, kebiasaan dan kesetiaan adalah tiga konsep yang saling berhubungan. Perilaku kebiasaan membeli adalah hasil pembelajaran konsumen dari reinforcement. Reinforcement adalah suatu proses dimana konsumen akan berulangkali
membeli apa yang telah memberi kepuasaan terbaik kepadanya. Perilaku tersebut mengarahkan kepada kesetiaan merek.
PEMBELAJARAN KONSUMEN (CONSUMER LEARNING)
Konsep pembelajaran dibutuhkan memahami kebiasaan, pembelajaran dapat didefenisikan sebagai perubahan perilaku yang berasal dari hasil pengalaman masa lalu. Ada dua aliran pemikir tehadap pemahaman proses pembelajaran konsumen (1) pembelajaran perilaku. Menitiberatkan pada dorongan pada pengaruh perilaku atau perilaku itu sendiri. (2) pembelajaran kognitip menitiberatkan pada pemecahan masalah dan menekankan pada variabel pemikiran konsumen yang mempengaruhi pembelajaran.
Dalam kelompok perilaku dikembangkan dua teori pembelajaran, perbedaan terjadi pada “ classical conditioning “ dan “ Instrumental conditioning. Pada “ classical conditioning” menerangkan perilaku berdasar pada pendirian hubungan tertutup antara dorongan primer dan dorongan sekunder. “ Instrumental conditioning “ memandang perilaku sebagai fungsi dari tindakan konsumen . Kepuasan mengarahkan pada kemungkinan melakukan pembelian.
Pembelajaran mengarahkan kepada pembelian yang berulang dan kebiasaan. Dalam model yang menggambarkan perilaku kebiasaan pembelian, pengarahan kebutuhan mengarah langsung pada perhatian membeli, pembelian selanjutnya, dan evaluasi sesudah pembelian. Proses pencarian informasi dan evaluasi merek sangat sedikit (minimal).
Kebiasaan menggambarkan dua fungsi penting, yaitu penurunan resiko untuk pembelian dengan tingkat keterlibatan yang tinggi dan penghematan waktu serta energi untuk produk dengan tingkat keterlibatan yang rendah.
Kebiasaan seringnya mengarahkan kepada kesetiaan merek yaitu pada pembelian yang berulang berdasarkan pada kesesuaian merek. Teori pembelajaran yang berbeda menjabarkan dua pandangan yang berbeda terhadap kesetiaan merek. Pendekatan instrumental conditioning menunjukkan bahwa pembelian yang konsisten terhadap suatu merek mencerminkan komitmen terhadap suatu merek. Tetapi sebagian loyalitas mencerminkan pembelian yang berulang adalah bukan karena komitmen dengan merek tetapi merupakan proses inertia. Kelompok kognitip percaya bahwa perilaku saja tidak cukup sebagai ukuran loyalitas, diperlukan komitmen sikap terhadap suatu merek.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN KETERLIBATAN YANG RENDAH
Chapter ini membahas pilihan konsumen dalam situasi keterlibatan yang rendah. Keterlibatan pembelian yang rendah dimana konsumen tidak mempertimbangkan kepentingan produk dalam sistem kepercayaannya dan tidak begitu memperhatikan identifikasi suatu produk.
Pemasar mencoba untuk menciptakan keterlibatan konsumen dengan produknya karena keterlibatan konsumen akan cenderung kepada kesetiaan merek dan mencegah konsumen mencari produk saingan. Permasar mencoba menciptakan keterlibatan dengan differensiasi merek melalui pencari periklanan yang bisa memenuhi kebutuhan pembeli. Contoh untuk jenis sereal untuk dewasa pada mulanya adalah produk dengan keterlibatan yang rendah, setelah Kellog memulai menambah nutrisi dan manfaat kesehatan maka tingkat keterlibatan meningkat..
Tiga Teori Dasar Pemahaman Tingkat Pengambilan Keputusan yang Rendah :
- Theory of passive learning ( Krugman ); menyatakan bahwa apabila konsumen tidak terlibat, konsumen tidak melakukan evaluasi secara kognitip terhadap pesan periklanan. Eksposur periklanan dapat terjadi tanpa recalldan luas.
- Theory of social judgement (Sherif), menyatakan bahwa kondisi keterlibatan yang rendah, konsumen mempertimbangkan beberapa merek, dan dalam mengevaluasi merek menggunakan sedikit atribut.
- The Elaboration likelihood model ( Petty & Cacioppo’s) menyatakan bahwa ketidakterlibatan konsumen merupakan reaksi kepada dorongan tanpa pesan dalam komunikasi daripada pesan itu sendiri.
Perbandingan Hirearkhi Tingkat Keterlibatan Tinggi dan Rendah
Hirearkhi Keterlibatan Rendah
Hirearkhi Keterlibatan Tinggi
1. Kepercayaan merek dibentuk pertama dari
passive learning
1.Kepercayaan merek dibentuk pertama dari active learning
2. Keputusan membeli
2. Evaluasi merek
3. Evaluasi merek sesudah pembelian mungkin dilaksanakan mungkin tidak
3. Keputusan membeli
Empat Tipe Perilaku Konsumen
Berdasarkan pada tingkat keterlibatan dan pengambilan keputusan ada empat tipe perilaku konsumen :
Proses keterlibatan tinggi :
1. Pengambilan keputusan yang kompleks
2. Kesetiaan merek
Proses keterlibatan rendah :
3. pengambilan keputusan terbatas, dan
4. Inertia
Implikasi Strategi Pengambilan Keputusan Keterlibatan Kepentingan Rendah
Implikasi pengambilan keputusan dengan tingkat keterlibatan yang rendah terhadap pengembangan strategi pemasaran, beberapa pertanyaan strategi muncul :
• Haruskah pemasar berusaha membuat konsumen lebih terlibat terhadap suatu produk dengan tingkat keterlibatan yang rendah ?
• Haruskah pemasar merek yang tidak terkenal mengambil konsumen untuk menggeser dari perilaku inertia ke pencari variasi ?
• Haruskah pasar dikelompokkan berdasar tingkat keterlibatan konsumen ?
KONSUMEN INDIVIDU
Pada bagian dua dari buku ini (ch 5 sampai dengan ch 10 ) membahas peranan konsumen individu dalam proses pembelian. Model dimana konsumen individu berpengaruh terhadap proses keputusan adalah sentral terhadap pemahaman perilaku konsumen.
Pengaruh pertama terhadap pilihan konsumen adalah dorongan. Dorongan merupakan reaksi terhadap informasi yang diterima konsumen. Proses informasi terjadi ketika konsumen mengevaluasi informasi dari periklanan, teman, atau pengalaman sendiri terhadap suatu produk.
Pengaruh yang kedua dan pengaruh sentral atas pilihan konsumen adalah konsumen. Konsumen digambarkan dengan variabel pemikiran dan karakteristik. Variabel pemikiran konsumen adalah faktor kognitip yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Tiga tipe variabel pemikiran berperan secara esensial dalam pengambilan keputusan :
(1) persepsi karakteristik merek
(2) sikap lanjutan terhadap merek
(3) manfaat keinginan konsumen.
Karakteristik konsumen adalah variabel seperti demografis, gaya hidup, dan karakteristik personalia yang digunakan untuk menggambarkan konsumen. Manajer pemasaran pertama menetukan apakah karakteristik tersebut berhubungan atau tidak terhadap perilaku kemudian menggunakan pengetahuan itu untuk mempengaruhi perilaku.Contoh bila pengguna nutrisi dewasa cenderung menjadi muda, berpenghasilan tinggi, berpendidikan, maka pesan iklan dirancang untuk menyesuaikan terhadap grup tersebut.
Pengaruh ketiga atas pilihan konsumen adalah respon konsumen adalah hasil akhir proses keputusan konsumen dan merupakan pertimbangan integral seluruh buku ini. Respon konsumen umumnya berkenaan terhadap pilihan merek, namun bisa juga berkenaan terhadap pilihan kategori produk, pilihan toko, pilihan media komunikasi (mencari informasi dari TV ,radio atau membaca majalah).
KEBUTUHAN MANUSIA DAN PEMENUHANNYA
Kebutuhan manusia
Kebutuhan manusia timbul akibat dari adanya sesuatu yang belum terpenuhi dan individu tersebut merasa bahwa sesuatu itu haruslah dipenuhi dalam arti lain adalah bahwa individu tersebut mempunyai goal yang harus dicapai dan untuk mencapai goal tersebut Menurut Schiffman dan Kanuk (2000), kebutuhan individu bersifat innate dan yang lainnya dirasakan karena acquired. Innate needs atau kebutuhan utama adalah kebutuhan secara fisiologis seperti sandang, pangan, papan, air, perlindungan, dsb. Kebutuhan ini harus dipenuhi karena menyangkut kelangsungan hidup dari individu.
Sementara itu, acquired needs atau biasa disebut kebutuhan sekunder adalah kebutuhan dimana individu yang didapatkan dari proses learning dalam meresponsnya terhadap budaya dan lingkungan dari individu tersebut.
Jadi, kebutuhan manusia dapat bersifat natural maupun berupa hasil learning yang didapat dan dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya dari individu tersebut. Kebutuhan manusia yang bersifat natural ini adalah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh individu untuk melangsungkan hidupnya. Sedangkan, kebutuhan manusia yang timbul karena adanya proses learning merupakan kebutuhan yang sesungguhnya bukanlah diperlukan untuk kelangsungan hidup individu namun kebutuhan ini haruslah dipenuhi individu karena lingkungan maupun budaya di tempat individu tinggal mengharuskan individu untuk berperilaku sesuai dengan nilai budaya tersebut yang akhirnya dapat membuat tujuan agar dirinya dapat diterima di lingkungan tersebut. Tujuan yang dibuatnya tentunya akan membuat individu itu harus melakukan sesuatu agar tujuannya tercapai dan disitulah muncul adanya acquired needs.
Pemenuhan Kebutuhan
Kebutuhan-kebutuhan individu itu sesungguhnya tidak dapat dipenuhi secara mutlak. Namun, individu merasakan bahwa individu tersebut merasa kebutuhannya dipenuhi dengan adanya pengurangan tensi yaitu pengurangan tensi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ketika individu semakin banyak mengkonsumsi atau menggunakan sesuatu yang menurut individu dapat memenuhi kebutuhannya, maka tensi dari individu untuk memenuhi kebutuhan serupa akan semakin berkurang sehingga dengan sendirinya individu merasa bahwa tidak perlu lagi untuk memenuhi kebutuhan serupa karena dirinya sudah merasa bahwa kebutuhannya sudah terpenuhi.
Dalam pemenuhan kebutuhan yang sama, terkadang individu melakukan cara-cara yang berbeda. Perbedaan cara untuk memenuhi kebutuhan yang sama ini tergantung dari proses learning dan proses cognitive yang dialami individu tersebut. Selain itu, pemenuhan kebutuhan yang sama dengan cara yang berbeda disebabkan adanya perbedaan goal atau need fulfillment. Oleh karena itu, terkadang produk tertentu yang dapat memuaskan salah satu individu, belum tentu dapat memuaskan individu lainnya karena ada perbedaan tersebut.
KEBUTUHAN AKAN PREMIUM PRODUCTS
Karakteristik produk premium
Premium products atau produk premium adalah produk yang sengaja didesain khusus oleh produsen untuk menangkap segmen pasar menengah ke atas dengan menawarkan keistimewaan yang lebih dari produk lain. Karakteristik dari produk premium biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Memiliki harga yang relatif lebih mahal
- Well-branded
- Kualitas produk yang lebih baik
- Kualitas pelayanan yang lebih baik
Produk premium memberikan keuntungan bagi perusahaan karena biasanya memiliki margin yang lebih besar. Meskipun begitu, jika tidak diimbangi dengan adanya perbaikan kualitas dari produk maka dapat merubah persepsi dari konsumen yang dapat mengarah ke timbulnya ketidakpercayaan konsumen terhadap perusahaan karena produk premium juga mengusung imej perusahaan.
Kebutuhan konsumen terhadap premium products
Seperti yang telah diutarakan di awal, bahwa pemenuhan kebutuhan bagi masing-masing individu adalah berbeda-beda tergantung dari bagaimana proses learning dan cognitive dari individu tersebut. Kebutuhan manusia pada dasarnya sama namun proses learning dan cognitive telah menjadikan manusia sebagai individu-individu yang memiliki goal yang bervariasi.
Kebutuhan konsumen terhadap premium products diawali karena adanya ketidakpuasan terhadap produk yang sudah ada sehingga konsumen menuntut adanya produk yang memiliki kualitas yang lebih baik dan mereka bersedia untuk membayar lebih untuk itu. Kesempatan inilah yang diambil oleh para produsen untuk menyediakan produk premium yang menawarkan kualitas lebih baik dengan harga yang lebih mahal pula.
Alasan lain dari pemakaian produk premium adalah karena adanya persepsi bahwa pemakaian produk premium dapat memberikan prestise bagi penggunanya karena konsumen pada dasarnya juga memiliki ego needs seperti yang dikonsepkan oleh Maslow. Oleh karena itu, pada masa sekarang konsumen terkadang bersedia membayar secara premium karena adanya persepsi bahwa nilai dari produk premium adalah tinggi.
PENINGKATAN LOYALITAS KONSUMEN LEWAT PRODUK PREMIUM
Penelitian FMI
Salah satu hasil penelitian terhadap persepsi konsumen atas produk premium dilakukan oleh FMI (The Food Marketing Institute) yang berkedudukan di Washington DC, Amerika Serikat. FMI pada tahun 2003 melakukan studi atas kebiasaan konsumen berbelanja produk bermerk swasta (non-pemerintah) dan dari penelitian tersebut dapat diambil manfaat berupa bagaimana kebiasaan belanja orang AS dan termasuk di dalamnya adalah kebiasaan belanja orang Amerika terhadap produk premium. Penelitian ini berjudul “Building Shopper Loyalty With Store Brands” dan dilakukan terhadap 1.145 pelanggan grosir lewat internet dan berbelanja lebih dari 9 toko grosir di AS. Para pelanggan ditanyakan tentang kebiasaan berbelanja, attitude terhadap merk, dan opini terhadap enam kategori produk sereal , kue-kue, es krim, minuman juice, deterjen pembersih dan kertas toilet.
Menurut penelitian tersebut, premium shoppers memiliki karakteristik less-price sensitive, dan berbelanja berdasarkan kualitas dan value. Dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa value-tier shoppers juga menimbulkan loyalitas dari konsumen terhadap produk yang dianggapnya memiliki value. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa premium shoppers sangat concern terhadap value dan mereka juga sangat loyal.
Kasus Starbucks
Starbuck merupakan perusahaan AS yang memiliki konsep kedai kopi seperti kedai kopi di Eropa sebagai tempat untuk bersosialisasi, bersantai, dan melepas lelah dari kegiatan rutinitas sehari-hari. Konsumen Starbucks bersedia untuk membayar secara premium atas pengalaman, jasa, dan kualitas yang mereka terima. Berdasarkan data-data statistik, tingkat penjualan Starbucks terus mengalami peningkatan meskipun ada kenaikan harga beberapa kali.
Meskipun merupakan produk premium, target dari Starbucks bukanlah “high out-of-pocket expense”, oleh karena itu dengan meningkatkan perceived value dari pelayanan yang diberikan, Starbucks dapat mencharge secara premium sehingga persamaan value dengan price akan tetap berada pada equilibrium. Keberhasilan lainnya adalah Starbucks dapat meningkatkan brand loyalty dengan adanya peningkatan perceived value yang diberikan kepada konsumen.